Kamis, 16 Desember 2010

IMPLIKASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN



A.      Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan
Dalam kehidupan manusia terdapat dua proses kejiwaan yang terjadi, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pada umumnya, istilah pertumbuhan dan perkembangan digunakan secara bergantian. Padahal, kedua proses ini berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses itu tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan untuk memperjelas penggunaannya.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisik secara kuantitatif yang menyangkut ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil proses pematangan fungsi dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif berkesinambungan.
Adapun istilah perkembangan adalah sebagai berikut. Menurut Warner (1957), perkembangan sesuai dengan prinsip arthogenetis, yaitu perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai pada keadaan diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi itu bersifat totalitas pada diri anak, bahwa bagian-bagian penghayatan totalitas itu lambat laun semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Spiker (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungkkan dengan perkembangan.
1.        Ortogenetik
Yaitu hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu baru sampai dewasa.
2.        Foligenetik
Yaitu perkembangan dari asal-usul manusia sampai sekarang ini. Perkembangan perubahan fungsi sepanjang masa hidupnya menyebabkan perubahan tingkah laku dan perubahan ini terjadi sejak permulaan adanya manusia. Jadi, perkembangan orthogenetik mengarah pada suatu tujuan khusus sejalan dengan proses perkembangan evolusi yang selalu mengarah pada kesempurnaan manusia.  
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang kurang normal pada organisme adalah sebagai berikut.
1.      Faktor sebelum lahir, seperti peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin (janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi dalam kandungan), terkena infeksi oleh bakteri siphilis, TBC, kolera, tifus, gondok, sakit gula, dan lain-lain.
2.      Faktor pada saat kelahiran, seperti pendarahan pada bagian kepala bayi yang disebabkan tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan dan efek susunan syaraf pusat karena proses kelahiran bayi dilakukan dengan bantuan tang (tangver-lossing).
3.      Faktor yang dialami bayi sesudah lahir, seperti pengalaman traumatik pada kepala, kepala bagian dalam terluka karena kepala janin terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari (zonnestiek). Infeksi pada otak atau selaput otak, misalnya penyakit cerebral meningitis, gabag, malaria tropika, dipteria, dan lain-lain.
4.      Faktor fisiologis, misalnya bayi atau anak yang ditinggal ibu, ayah atau kedua orangtuanya cenderung akan mengalami gangguan fisiologis.

B.     Pertumbuhan Fisik Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Faktor-faktor Penyebab Perubahan Fisik
Perubahan fisik adalah perubahan yang berlangsung secara fisik dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, munculnya ciri-ciri kelamin primer dan sekunder.
Penyebab perubahan fisik pada remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endoktrin. Kelenjar pituitari yang terletak di dasar otak mengeluarkan dua macam hormon yang erat hubungannya dengan perubahan masa remaja. Kedua hormon itu adalah hormon pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormon gonadotropik atau sering disebut hormon yang merangsang gonad agar mulai aktif bekerja. Tidak berapa lama sebelum saat remaja dimulai, kedua hormon ini sudah mulai diproduksi dan pada saat remaja semakin banyak dihasilkan. Seluruh proses ini dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan terletak di otak.

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik
Selama masa remaja seluruh tubuh mengalami perubahan, baik dibagian luar maupun bagian dalam tubuh, baik dalam struktur tubuh maupun dalam fungsinya. Hampir semua perubahan mengikuti waktu yang dapat diperkirakan sebelumnya.
Apabila sistem endokrin berfungsi normal, ukuran tubuh akan normal pula. Sebaliknya juga, kekurangan hormon pertumbuhan akan menyebabkan kerdil, sedangkan kelebihan hormon pertumbuhan akan menyebabkan ukuran tubuh terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan anak sebayanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik adalah sebagai berikut.
a.       Pengaruh keluarga.
b.      Pengaruh gizi.
c.       Gangguan emosional.
d.      Jenis kelamin.
e.       Status sosial ekonomi.
f.       Kesehatan.
g.      Pengaruh bentuk tubuh.

C.      Perkembangan Intlek Peserta Didik Usia Sekolah Menangah (Remaja)
1.      Pengertian Intelek dan Intelegensi
Istilah intelek berarti kekuatan mental yang menyebabkan manusia dapat berpikir aktivitas yang berkenaan dengan proses berpikir atau kecakapan yang tinggi untuk berpikir. Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language, istilah intellect berarti:
a.       Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti, kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya.
b.       Kecakapan mental yang besar, sangat intelligence.
c.       Pikiran atau intelegensi.
Istilah intelegensi telah banyak digunakan, terutama dalam bidang psikologi dan pendidikan. Namun, secara definitif istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang intelegensi, seperti yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), yang mengajukan beberapa rumus intelegensi sebagai berikut.
a.       Intelegensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkannya memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
b.      Intelegensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tindakan.
c.       Intelegensi meliputi pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
d.      William Stem mengemukakan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
e.       Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu, lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan intelegensi.
f.       Wechler (1958) merumuskan intelegensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara terarah sweerta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.

2.      Karakteristik Perkembanagn Intelek Remaja
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur karena perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut tidak mudah terlihat. Pada masa remaja, kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk terus bertambah. Pada awal remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir abstrak). Pada masa ini, ia telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin disamping hal yang nyata (Gleitmen, 1986: 475-476). Pada usia ini, ia sudah dapat berpikir hipotek.
            Berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat penting, yaitu sebagai berikut.
a.       Sifat deduktif hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, remaja biasanya akan mengawalinya dengan pemikiran yang bersifat teoritis, ia menganalisa masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian masalah yang dapat dilakukan. Pengajuan hipotesis itu menggunakan caraberpikir induktif di samping deduktif. Oleh karena itu, dari sifat analisis yang dilakukan, ia dapat membuat suatu strategi penyelesaian masalah. Remaja mengajukan pendapat atau prediksi tertentu yang disebut proporsi, kemudian mencari hubungan antara proporsi yang berbeda-beda itu. Itulah sebabnya berpikir operasional juga disebut proporsional.
b.      Berpikir operasional juga berpikir kombinasoris
Sifat ini merupakan kelengkapan dari sifat yang pertama dan menitik beratkan pada cara-cara melakukan analisis.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Pandangan yang mengakui bahwa intelegensi adalah faktor bakat dikemukakan oleh aliran Nativisme. Sementara itu, pendapat bahwa intelegensi dipengaruhi oleh faktor pengalaman atau lingkungan dikemukakan oleh aliran Empirisme.
a.       Peran pengalaman dari sekolah terhadap intelegensi
Penelitian tentang pengaruh pengalaman indra terhadap IQ telah dilaporkan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus hasil studinya. Rata-rata nilai IQ yang diteliti adalah diatas 110. Anak yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar menunjukkan perbedaan kemajuan atau nilai rata-rata IQ mereka lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.
b.      Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti faktor lingkungan terhadap perkembangan intelegensi ternyata cukup besar. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang menggambarkan adanya pengaruh belajar terhadap perkembangan intelegensi (Rochman Natawijaya dan M Musa, 1992:45)
Jika dua anak kembar diasuh bersama dalam lingkungan yang sama, nilai IQ mereka akan hampir sama jika dibandingkan dengan bila mereka diasuh secara terpisah di lingkungan yang berbeda. Demikian pula bila anak-anak yang berbeda diasuh bersama pada lingkungan yang sama, terdapat korelasi yang cukup bermakna (+0,24) di antara mereka. Kesimpulannya adalah tidak terdapat hubungan genetik, tetapi menunjukkan bahwa kesamaan IQ adalah karena kesamaan pengalaman belajar di lingkungan yang sama.
4.      Implikasi Perkembangan Intelek Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Piaget menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa usia remaja ini dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih. Guru dapat membantu mereka dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses (discover approach) dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep abstrak.
Karena siswa pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru hendaknya tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru. Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan diskusi secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal ini, guru hendaknya mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam mengatasi bentuk-bentuk pemikiran yang belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa mereka telah melupakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Namun, bila permasalahan tersebut merupakan masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam, hal itu bukan tugas yang mudah.

D.    Perkembangan Bakat Khusus Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Pengertian Bakat
Bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus). Bakat khusus disebut juga talenta.
Guilford (Sumadi S., 1991: 169) mengemukakan bahwa bakat itu mencakup tiga dimensi psikologis, yaitu dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual.
Dimensi perseptual meliputi kemampuan persepsi yang mencakup kepekaan pengindraan, perhatian, orientasi terhadap waktu, luasnya daerah persepsi, kecepatan persepsi, dan sebagainya.
Dimensi psikomotor mencakup enam faktor, yaitu:
a.       Kekuatan.
b.      Impuls.
c.       Kecepatan gerak.
d.      Ketelitian, yang terdiri atas ketepatan statis yang menitikberatkan pada posisi dan ketepatan dinamis yang menitikberatkan pada gerakan.
e.       Koordinasi.
f.       Keluwesan (Flexibility).
Dimensi intelektual meliputi lima faktor, yaitu:
a.       Faktor ingatan, yang mencakup:
-          substansi
-          relasi
-          sistem
b.      Faktor ingatan mengenai pengenalan terhadap:
-          keseluruhan informasi
-          golongan (kelas)
-          hubungan-hubungan
-          bentuk atau struktur
-          kesimpulan
c.       Faktor evaluatif, yang meliputi:
-          identitas
-          relasi-relasi
-          sistem
-          problem yang dihadapi
d.      Faktor berpikir konvergensi, yang meliputi:
-          nama-nama
-          hubungan-hubungan
-          sistem-sistem
-          transformasi
-          implikasi-implikasi yang unik
e.       Faktor berpikir divergen, yang meliputi:
-          menghasilkan unit-unit, seperti: word fluency, ideational fluency
-          pengalihan kelas-kelas secara spontan
-          kelancaran dalammenghasilkan hubungan-hubungan
-          menghasilkan sistem, seperti expressional fluency
-          transformasi divergen
-          susun bagian-bagian menjadi garis besar atau kerangka

2.      Jenis-jenis Bakat Khusus
Setiap individu memiliki bakat khusus yang berbeda-beda. Usaha pengenalan bakat khusus ini mula-mula terjadi pada bidang pekerjaan, tetapi kemudian dalam bidang pendidikan. Hampir semua ahli psikologi yang menyusun tes untuk mengungkap bakat khusus bertolak dari dasar pemikiran analisis faktor. Menurut Guilford, pada setiap aktivitas diperlukan berfungsinya faktor-faktor khusus.
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat khusus biasanya dilakukan berdasarkan bidang apa bakat tersebut berfungsi, seperti bakat matematika, olah raga, seni, musik, bahasa, teknik, dan sebagainya. Dengan demikian, bakat khusus ini sangat bergantung pada konteks kebudayaan tempat seorang individu hidup dan dibesarkan. Faktor pengalaman atau lingkungan sangat mempengaruhi pengembangan bakat khusus ini.

3.      Hubungan antara Bakat dan Prestasi
Dengan adanya bakat, seseorang dapat mencapai prestasi dalam bidang tertentu, tetapi diperlukan latihan, pengalaman, pengetahuan dan dorongan atau kesempatan untuk pengembangannya. Jika orangtuanya menyadari bahwa anaknya mempunyai bakat menggambar dan mengusahakan agar ia mendapat pengalaman yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan bakatnya, dan anak itu juga menunjukkan minat yang besar untuk mengikuti pendidikan menggambar, anak itu akan dapat mencapai prestasi yang unggul bahkan dapat menjadi pelukis terkenal. Sebaliknya, seorang anak yang mendapat pendidikan menggambar yang baik, tetapi ia tidak memiliki bakat menggambar, ia tidak akan pernah mencapai prestasi unggul untuk bidang tersebut.
Dalam kehidupan di sekolah sering ditemukan bahwa seseorang yang berbakat dalam olah raga umumnya berprestasi di bidang itu. Keunggulan dalam salah satu bidang tertentu, misalnya sastra, matematika atau seni, merupakan hasil interaksi bakat yang dibawa sejak lahir dengan faktor lingkungan yang menunjang.

4.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
a.       Anak itu sendiri
Misalnya, anak itu kurang berminat untuk mengembangkan bakat-bakat yang ia miliki, atau kurang termotivasi untuk mencapai prestasi yang tinggi, atau mungkin pula mempunyai kesulitan atau masalah pribadi sehingga ia mengalami hambatan dalam mengembangkan bakatnya.
b.      Lingkungan anak
Misalnya, orangtuanya kurang mampu untuk menyediakan kesempatan dan sarana pendidikan yang dibutuhkan anak, atau ekonominya cukup tinggi, tetapi kurang memberi perhatian terhadap pendidikan anaknya.

5.      Implikasi Pengembangan Bakat Khusus Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sampai sekarang belum ditemukan tes bakat khusus yang cukup luas daerah pemakaiannya (seperti tes intelegensi). Berbagai tes bakat yang sudah ada, seperti FACT (Flanegen Aptitude Clasification Test) yang disusun oleh Flanegen, DAT (Differential Aptitude Test) yang disusun oleh Binnet, M-T test (Mathematical and Technical Test) yang disusun oleh Luningprak masih sangat terbatas jangkauan dan daerah berlakunya. Hal ini disebabkan karena tes bakat sangat terikat oleh konteks kebudayaan tempat tes itu disusun dan dilaksanakan. Selain itu, macam-macam bakat khusus juga terikat oleh konteks pola kebudayaan tempat seseorang dibesarkan.
Alat ukur atau tes apa yang dipakai tentu saja bergantung pada macam bakat yang ingin dikenali. Bakat anka dapat dikenali dengan melakukan observasi terhadap apa yang selalu dikerjakan dan digemari anak. Pengenalan terhadap bakat anak sangat bermanfaat bagi orangtua dan guru agar memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Dengan mengenal ciri-ciri anak berbakat, orangtua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan bakat anak tersebut. Selain itu, dapat membantu anak-anak dalam memahami potensi dirinya, serta tidak melihatnya sebagai suatu beban, tetapi sebagai anugerah yang harus dihargai dan dikembangkan.
Manfaat lain dari kemampuan orangtua untuk mengenal bakat anak ialah orangtua dapat membantu sekolah dalm menyusun program dan prosedur pemanduan anak-anak berbakat, dengan memberikan informasi yang dibutuhkan tentang ciri-ciri dan keadaan mereka.
Sebagai contoh, orangtua memberi keterangan tentang butir-butir berikut ini:
a.       hobi dan minat anak yang khusus,
b.      jenis buku yang disenangi,
c.       masalah dan kebutuhan pokok,
d.      prestasi yang pernah dicapai,
e.       pengalaman-pengalaman khusus,
f.       kegiatan kelompok yang disenangi,
g.      kegiatan mandiri yang disenangi,

h.      sikap anak terhadap sekolah dan guru,
i.        cita-cita masa depan.
Anak akan merasa aman secara psikologis apabila:
a.       guru sebagai pendidik dapat menerima sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi kepercayaan bahwa pada dasarnya semua siswa baik dan mampu.
b.      Guru sebagai pendidik mengusahakan suasana yang mengondisikan anak tidak merasa dinilai. Sebab, memberi penilaian terhadap seseorang dapat dirasakan sebagai ancaman, sehingga menimbulkan kebutuhan akan pertahanan diri.
c.       Pendidikan memberikan pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, dan perilaku anak, dapat menempatkan diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang atau pola pikir anak. Dalam suasana seperti ini, anak-anak akan merasa aman untuk mengungkapkan atau mengekspresikan bakatnya.
Dengan demikian, anak akan merasa kebebasan psikologis apabila mendapat kesempatan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain itu, pendidikan hendaknya berfungsi sebagai media pengembangan dan pembinaan bakat anak, sehingga tidak hanya semata-mata menyajikan kumpulan pengetahuan yang bersifat abstrak dan skolastik. Pengenalan bakat dan upaya pengembangannya membantu remaja untuk menentukan piilihan yang tepat dan menyiapkan dirinya utnuk mencapai tujuan dan karier kehidupannya.

E.     Perkembangan Hubungan Sosial Peserta Didik  Usia Sekolah Menengah (remaja)
1.      Pengertian Hubungan Sosial
Teori psikologi telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah, tahapan dan jenjang. Kehidupan anak pada dasarnya merupakan kemampuan berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sosial budayanya. Pada proses interaksi sosial ini, faktor intelektual dan emosional mengambil peran yang sangat penting. Proses sosial tersebut merupakan proses sosialisasi yang menempatkan anak-anak sebagai insan yang secara aktif melakukan proses sosialisasi, internalisasi, dan enkulturisasi. Sebab, manusia tumbuh dan berkembang di dalam konteks lingkungan sosial budaya. Lingkungan itu dapat dibedakan atas lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan sosial memberi banyak pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak, terutama kehidupan sosiopsikologis.
Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam masyarakat. Sosialisasi pada dasarnya merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seseorang hidup dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun dalam lingkungan sekunder (masyarakat).
Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas sampai pada tingkat yang luas dan kompleks. Semakin bertambah dewasa dan bertambah umur, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat luas dan kompleks. Pada jenajng perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi untuk berpartisipasi dan berkontribusi memajukan kehidupan masyarakatnya.

2.      Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan, remaja mulai memperhatikan berbagai nilai dan norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku di keluarganya. Ia mulai memahami nilai dan norma pergaulan dalam kelompok remaja, kelompok anak-anak, kolompok orang dewasa, dan kelompok orangtua. Pergaulan dengan sesama remaja lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi tidak mudah untuk dilakukan.
Kehidupan sosial pada jenjang usia remaja ditandai oleh menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Mereka dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup ataupun terbuka seiring masalah pribadi yang dialaminya. Keadaan ini oleh Erik Erickson (dalam Lefton, 1982:281) dinyatakan sebagai krisis identitas diri. Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Konsep diri ini tidak hanya terbentuk dari bagaimana remaja percaya tentang keberadaan dirinya, tetapi juga dari bagaimana orang lain menilai tentang keberadaan dirinya.
Erickson mengemukakan bahwa perkembangan remaja sampai jenjang usia dewasa melalui 8 tahapan. Perkembangan remaja berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan situasi kehidupan yang mereka alami. Banyak diantara mereka yang amat percaya pada kelompoknya dalam menemukan jati dirinya. Dalam hal ini Erickson berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh pengaruh sosiokultural. Berbda dengan pandangan Sigmud Freud bahwa kehidupan sosial remaja (pergaulan dengan sesama remaja terutama dengan lawan jenis) didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksualnya.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keluarga, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental, terutama emosi dan intelegensi.
a.       Faktor keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberikan banyak pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan sosial anak. Keluarga merupakan media sosialisasi yang paling efektif bagi anak. Dalam keluarga berlaku nilai dan norma kehidupan yang harus diikuti dan dipatuhi oleh anak. Sikap orangtua yang terlalu mengekang dan membatasi pergaulan akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial bagi anak-anaknya. Sebaliknya, sikap orangtua yang terlalu memberikan kebebasan bergaul pada anak-anaknya menyebabkan perkembangan sosial anak-anaknya cenderung tidak terkendali.
b.      Kematangan
Proses sosialisasi tentu saja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk memberi dan menerima pandangan atau pendapat orang lain diperlukan kematangan intelektual dan emosional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut pula menentukan keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial.
c.       Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial dipengaruhi pula oleh kondisi atau status sosial ekonomi keluarga. Masyarakat akan memandang seorang anak dalam konteksnya yang utuh dengan keluarga anak itu. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan memperlihatkan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Ia akan menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya.
Hal itu mengakibatkan anak akan menempatkan dirinya dalampergaulan sosial yang tidak tepat. Kondisi demikian bisa berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya. Akibat lain yang mungkin terjadi, anak-anak dari keluarga kaya akan membentuk kelompok elit dengan nilai dan norma sendiri.
d.      Pendidikan
Pendidikan merupakan media sosialisasi yang terarah bagi anak. Sebagai proses pengoperan ilmu yang normatif, pendidikan akan memberi warna terhadap kehidupan sosial anak dimasa yang akan datang.
Pendidikan moral diajarkan secara terpogram dengan tujuan untuk membentuk kepribadian anak agar mereka memiliki tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu,  siswa bukan saja dikenalkan dan ditanamkan nilai dan norma keluarga dan masyarakat, tetapi ditanamkan juga nilai dan norma kehidupan bangsa dan negara.
e.       Kapasitas mental: emosi dan intelegensi
Kapasitas emosi dan kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, berbahasa, dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan kehidupan di masyarakat. Perkembangan emosi dan intelegensi berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi dan memiliki emosi yang stabil akan mampu memecahkan berbagai permasalahan hidupnya di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan intelektual yang tinggi, pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan ini akan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.

4.      Mengembangkan Keterampilan Sosial pada Remaja
Sebagai makhluk sosial, remaja dituntut untuk dapat mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan mampumenampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku. Oleh karena itu, ia dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Keterampilan-keterampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial.
Keterampilan sosial seharusnya mulai dikembangkan sejak anak-anak, misalnya dengan memberikan waktu yang cukup bagi anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman sebayanya, memberikan tugas dan tanggung jawab sesuai perkembangan anak, dan sebagainya. Dengan mengembangkan keterampilan tersebut sejak dini, anak akan mudah memenuhi tugas-tugas perkembangan sosial berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat.
Menurut hasil studi Davis dan Forsythe (1984), dalam kehidupan remaja terdapat delapan aspek yang menuntut keterampilan sosial (social skills), yaitu keluarga, lingkungan, kepribadian, rekreasi, pergaulan dengan lawan jenis, pendidikan/sekolah, persahabatan dan solidaritas kelompok, dan lapangan kerja.


a.       Keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan. Kepuasan psikis yang diperoleh anak dalam keluarga akan sangat menentukan bagaimana ia akan bereaksi terhadap lingkungan. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis atau broken home sehingga tidak mendapatkan kepuasan psikis yang cukup akan sulit mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini dapat terlihat dari:
-          kurang adanya saling pengertian
-          kurang mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan orangtua dan saudaranya
-          kurang mampu berkomunikasi secara sehat
-          kurang mampu mandiri
-          kurang mampu memberi dan menerima sesama saudara
-          kurang mampu bekerja sama
-          kurang mampu mengadakan hubungan yang baik
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut amatlah penting bagi orangtua untuk menjaga keharmonisan keluarganya.
b.      Lingkungan
Sejak dini, anak-anak harus sudah diperkenalkan dengan lingkungan. Lingkungan dalam batasan ini meliputi:
-          lingkungan fisik
-          lingkungan sosial
-          lingkungan keluarga
-          lingkungan sekolah
-          lingkungan masyarakat luas
Dengan pengenalan lingkungan sejak dini, anak sudah mengetahui bahwa dia memiliki lingkungan sosial yang luas, tidak hanya terdiri dari orangtua, saudara, atau kakek dan nenek saja.


c.       Kepribadian
Secara umum, penampilan sering diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, padahal sebenarnya tidak demikian karena sebenarnya apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya.
Dalam hal ini amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata, sehingga mengucilkan orang yang penampilannya tidak menarik. Di sinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik atau hal-hal yang terlihat, seperti materi atau penampilan.
d.      Rekreasi
Rekreasi merupakan kebutuhan sekunder yang sebaiknya dapat terpenuhi. Dengan rekreasi, seseorang akan merasa mendapat kesegaran fisik maupun psikis, sehingga terlepas dari rasa capek, bosan, monoton, serta mendapatkan semangat baru.
e.       Pergaulan dengan lawan jenis
Untuk menjalankan peran menurut jenis kelamin, anak dan remaja seyogianya tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman-teman yang memiliki jenis kelamin yang sama.
Pergaulan dengan lawan jenis akan memudahkan anak dalam mengidentifikasi sex role behavior yang menjadi sangat penting dalam persiapan berkeluarga nantinya.
f.       Pendidikan
Pada dasarnya, sekolah mengajarkan berbagai keterampilan kepada anak. Salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan sosial yang dikaitkan dengan cara-cara belajar yang efisien dan berbagai teknik belajar sesuai dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini peran orangtua adalah menjaga agar keterampilan-keterampilan tersebut tetap dimiliki oleh anak dan dikembangkan terus-menerus sesuai dengan tahap perkembangan anak selanjutnya.

g.      Persahabatan dan solidaritas kelompok
Pada masa remaja, peran kelompok dan teman-teman amatlah besar. Sering remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan dengan urusan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain.
Dalam hal ini orangtua perlu memberikan dukungan sekaligus pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi perkembangan psikososialnya.
h.      Lapangan Kerja
Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerja. Keterampilan sosial untuk memilih lapangan kerja sebenarnya telah disiapkan sejak anak masuk sekolah dasar. Melalui berbagai pelajaran di sekolah, merekka telah mengenal berbagai lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Setelah masuk SLTA, mereka mendapat bimbingan karier untuk mengarahkan karier masa depan.
Dengan memahami lapangan kerja dan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan, remaja yang terpaksa tidak dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi akan siap untuk bekerja.
i.        Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri
Untuk menumbuhkan kemampuan penyesuaian diri, sejak anak awal diajari untuk lebih memahami dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar ia mampu mengendalikan dirinya sehingga dapat bereaksi secara wajar dan normatif.
Untuk itu, tugas orangtua/pendidik adalah membekali diri anak dengan membiasakannya untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mau mengakui kesalahannya, dan sebagainya. Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan balik dari orang lain/kelompok, mudah membaur dalam kelompok dan memiliki solidaritas yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain/kelompok.

5.      Implikasi Pengembangan Hubungan Sosial Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Masa remaja merupakan masa mencari jati diri sehingga ia memiliki sikap yang terlalu tinggi dalam menilai dirinya atau sebaliknya. Remaja umumnya belum memahami benar tentang nilai dan norma sosial yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya. Hal itu menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi dengan kondisi yang terjadi dalam masyarakat.
Pola kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok dewasa dan kelompok anak-anak dapat menimbulkan konflik sosial. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan ruang kepada mereka ke arah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima oleh masyarakat umum. Di sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, kelompok belajar, dan kegiatan-kegiatan lainnya di bawah asuhan guru pembimbing.

F.     Perkembangan Bahasa Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Pengertian Perkembangan Bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seseorang dalam pergaulannya atau berhubungan dengan orang lain. Bahasa merupakan alat pergaulan. Penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu berkomunikasi dengan orang lain.
Perkembangan bahasa seorang individu dimulai sejak ia masih bayi dengan meniru suara atau bunyi tanpa arti dan diikuti ucapan satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan seterusnya. Dengan menggunakan bahasa inilah, ia berhubungan sosial sesuai denagn tingkat perilaku sosialnya.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor intelegensi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan bahasa. Tingkat intelektual bayi belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin besar bayi itu tumbuh dan berkembang, kemampuan bahasanya mulai berkembang dari tingkat yang sangat sederhana menuju yang kompleks.
2.      Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja
Pola bahasa yang dimiliki dan dikuasai anak adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga, yang disebut bahasa ibu.
Perkembangan bahasa ibu dilengkapi dan diperkaya oleh bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus dalam perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya menyebabkan bahasa remaja lebih diwarnai oleh pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok masyarakat yang bentuknya amat khusus, seperti istilah “baceman” di kalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes.
Bahasa prokem juga tercipta secara khusus di kalangan remaja untuk kepentingan khusus remaja pula.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
a.       Faktor umur
b.      Faktor kondisi lingkungan
c.       Faktor kecerdasan
d.      Status sosial ekonomi keluarga
e.       Faktor kondisi fisik

4.      Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Tingkat kemampuan berpikir sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa. Demikian pula sebaliknya. Orang yang kemampuan berpikirnya rendah akan mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata atau kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini tentu saja akan menyulitkan mereka dalam berkomunikasi.
Orang menyampaikan ide atau gagasannya menggunakan bahasa. Demikian pula menangkap ide atau gagasan orang lain dilakukan melalui bahasa. Menyampaikan dan menangkap makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak tepat. Ketidaktepatan ini diakibatkan oleh kekurangan dalam berbahasa.

5.      Implikasi Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Kelompok belajar terdiri dari siswa-siswa yang memiliki variasi bahasa yang berbeda-beda, baik kemampuan maupun polanya. Sehubungan dengan itu, dalam mengembangkan strategi belajar mengajar di bidang bahasa, guru perlu memfokuskan pada kemampuan dan keragaman bahasa anak. Anak diminta untuk melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah diberikan dengan kata-kata yang disusun sendiri.
Dengan cara ini, guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa mereka. Kalimat atau cerita anak tentang isi pelajaran perlu diperkaya dan diperluas oleh guru agar mereka mampu menyusun cerita yang lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajarinya dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan dan membentuk pola bahasa anak. Dalam penggunaan model ini, guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Oleh karena itu, sarana pengembangan berbahasa, seperti buku bacaan, surat kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah.

G.    Perkembangan Emosi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja)
1.      Pengertian Emosi
Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, atau sedih dan gembira. Perasaan yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut sebagai warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas. Apabila warna afektif tersebut kuat, proses seperti itu dinamakan emosi (Sarlito, 1982:59). Beberapa contoh emosi yang lainnya adalah gembira, cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa, benci.
Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan pada fisik seseorang, seperti:
a.       reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona
b.      peredaran darah bertambah cepat bila marah
c.       denyut jantung bertambah cepat bila terkejut
d.      bernapas panjang bila kecewa
e.       pupil mata membesar bila marah
f.       air liur mengering bila takut atau tegang
g.      bulu roma berdiri bila takut
h.      pencernaan menjadi sakit kalau tegang
i.        otot menjadi tegang atau bergetar
j.        komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif

2.      Karakteristik Perkembangan emosi
Masa remaja sering dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa saat ketegangan emosi meninggi sebagai akibat perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi disebabkan remaja berada di bawah tekanan sosial, dan selama masa kanak-kanak, ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Sebagian dari mereka memang mengalami ketidakstabilan emosi sebagai dampak dari penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi remaja. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain sebagai berikut.
a.       Belajar dengan coba-coba
b.      Belajar dengan cara meniru
c.       Belajar dengan cara mempersamakan diri
d.      Belajar melalui pengondisian
e.       Belajar di bawah bimbingan dan pengawasan

4.      Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
Perasaan takut atau marah dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan emosi dan menjadi gemetar. Dalam ketakutan, mulut menjadi kering, jantung berdetak cepat, dan lain-lain. Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab seseorang kesulitan berbicara. Ketegangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang yang gagap sering dapat berbicara secara normal jika dalam keadaan rileks atau senang. Namun, jika dia dihadapkan pada situasi-situasi yang menyebabkan kebingungan
Perilaku ketakutan, malu-malu atau agresif dapat disebabkan oleh ketegangan emosi atau frustasi. Karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai maka akan timbul emosi tertentu. Seorang siswa bisa saja tidak senang kepada gurunya bukan karena pribadi guru, tetapi karena sesuatu yang terjadi pada situasi belajar di kelas. Jika ia merasa malu karena gagal dalam menjawab soal tes lisan, pada kesempatan lain, ia mungkin menjadi takut ketika menghadapi tes tertulis. Akibatnya, ia memutuskan untuk membolos, atau mungkin melakukan kegiatan yang lebih buruk lagi, yaitu melarikan diri dari orangtua, guru, atau otoritas lain.

5.      Mengenal Kecerdasan Emosi Remaja
Masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional ini terlihat dalam upayanya untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendairi dan orang lain dan menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari:
a.       kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri)
b.      kecakapan sosial (menangani suatu hubungan)
c.       keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain)
Goleman (1995) mengungkapkan lima wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari.
a.       Mengenali emosi diri
b.      Mengelola emosi
c.       Memotivasi diri

d.      Mengenali emosi orang lain
e.       Membina hubungan dengan orang lain

6.      Implikasi Pengembangan Emosi Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sehubungan dengan emosi remaja yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat guru lakukan adalah memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh dengan rasa tanggung jawab moral. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.
Perlu disadari bahwa remaja berada dalam keadaan yang membingungkan dan sulit diterka perilakunya. Dalam banyak hal, ia bergantung pada orangtua tentang keperluan-keperluan fisik dan merasa mempunyai kewajiban kepada pengasuhan yang mereka berikan saat dia tidak mampu memelihara dirinya sendiri. Namun, ia juga merasa ingin bebas dari otorita orangtuanya agar menjadi orang dewasa yang mandiri. Hal itu memicu terjadinya konflik dengan orangtua. Apabila terjadi friksi semacam ini, para remaja mungkin merasa bersalah, yang selanjutnya dapat memperbesar jurang pemisah antara dia dan orangtuanya.
Seorang siswa yang merasa bingung terhadap kondisi tersebut mungkin merasa perlu menceritakan penderitaannya, termasuk rahasia-rahasia pribadinya kepada orang lain. Oleh karena itu, seorang guru pembimbing hendaknya tampil berfungsi dan bersikap seperti pendengar yang bersimpatik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar